Sepertinya kita semua bisa setuju bahwa entah bagaimana caranya, saat ada Yasuo, kehadirannya hampir dipastikan akan menjadi seorang feeder yang menjadi kunci kekalahan dalam pertandingan.
Kasus seperti ini tidak hanya satu dua kali saja, sudah banyak testimoni dari pemain yang menyebutkan bahwa Yasuo selalu berakhir menjadi makanan empuk tim musuh dan berganti nama menjadi Yanto.
Sebenarnya bagaimana bisa jadi seperti ini? Apa yang membuat pemain Yasuo sering melakukan feeding atau nge-feed hingga pendekar pedang ini menjadi momok kekalahan atau pertanda pengalaman bermain yang buruk?
Penulis mencoba mencari jawaban dari pertanyaan ini dengan memperhatikan gaya bermain para pengguna Yasuo dalam pertandingan dan bertanya kepada beberapa orang, inilah jawaban yang bisa penulis tarik setelah pengamatan singkat tersebut.
Termakan Penampilan Yasuo

Saat berbicara tentang daya tarik Yasuo, satu hal yang paling mencuri perhatian pemain adalah penampilannya.
Yasuo mencentang seluruh persyaratan untuk memenuhi fantasi pemain yang ingin menjadi seorang Ronin bak Keanu Reeves dalam film 47 Ronin. Dia juga memiliki kata-kata yang keren serta pedang panjang yang mengintimidasi.
Penampilan yang memenuhi fantasi bermain peran sebagai pendekar pedang ini sangat mengundang pemain untuk menjajalnya tanpa merasa harus berlatih. Padahal, Yasuo adalah champion dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi dan membutuhkan latihan ekstensif sebelum dapat dimainkan dengan baik. Hal ini akhirnya berujung pada pemain Yasuo yang mati minimal 10 kali dalam satu pertandingan
Penulis sendiri harus mengakui, bermain menggunakan Yasuo benar-benar memberikan sensasi layaknya seorang karakter utama dalam cerita atau anime bertema abad pertengahan Jepang dengan kalian menjadi tokoh utamanya.
Bermain Terlalu Agresif

Yasuo bukanlah champion early game yang baik, ia adalah seorang late game carry yang baru bisa unjuk gigi setelah mendapatkan banyak item dalam build-nya. Tetapi, pemain tidak terlalu peduli dengan hal ini, mereka hanya ingin membunuh musuh dengan gaya sambil memamerkan gerakan yang flashy meskipun hanya akan berujung pada kematiannya sendiri.
Sebenarnya, kalian bisa melihat seberapa jago pemain Yasuo saat ia memainkan Sweeping Blade-nya. Pemain yang baru menjajal Yasuo akan terus-terusan menggunakan Sweeping Blade tanpa memikirkan efek jangka panjangnya, sering kali niat untuk pamer gerakan lincah ini berakhir dengan kematian memalukan di bawah turret musuh.
Sementara itu, pemain Yasuo yang ahli menggunakan Sweeping Blade secara efektif dan efisien, menyisakan beberapa creep untuk melarikan diri setelah mencoba all-in hingga ke bawah turret lawannya.
Apakah hanya ini? Tidak, Last Breath juga menjadi alasan mengapa Yasuo setidaknya harus mati sebanyak 10 kali. Karena persyaratan yang cukup sulit untuk dipenuhi, kebanyakan pemain Yasuo ingin melancarkan ultimate sesering mungkin, tidak peduli musuh berada di tengah timnya atau di bawah turret. Apabila Last Breath bisa digunakan, maka Yasuo akan menggunakan ability tersebut terlepas dari resikonya.
Build Kurang Fleksibel

Poin ketiga ini tidak hanya berlaku untuk Yasuo, tapi juga untuk semua champion. Build yang bisa digunakan Yasuo sangatlah beragam dan bisa diubah untuk melawan jenis musuh yang dihadapi.
Sayangnya, tidak semua pemain memberikan perhatian lebih mengenai hal ini, kebanyakan dari pemain Yasuo malas membaca item dan menentukan item apa yang paling cocok untuk melawan musuh mereka, padahal banyak item situasional bisa digunakan oleh Yasuo.
Contoh dari poin ini akan sangat terlihat ketika Yasuo dipaksa melawan Mage, tidak sedikit pemain yang tetap terpaku pada build yang disediakan oleh sistem hingga tidak melirik item anti magic damage bernama Hexdrinker.
Beberapa poin tadi merupakan alasan mengapa Yasuo dalam sebuah pertandingan hampir selalu menjadi champion yang akan melakukan feeding, apakah kalian punya alasan lainnya?
Ingin dapatkan berita terbaru seputar League of Legends dan game-game keren buatan Riot Games lainnya? Yuk follow HASAGI di Facebook dan Instagram!