Sejak tahun 2015 silam, region NA memang cukup gencar melakukan impor pemain dan menjadi salah satu destinasi Korean Exodus yang terjadi pada saat itu.
Pemain yang diimpor tidak hanya berasal dari Korea Selatan yang terkenal dominan pada masanya, namun mereka juga mengambil beberapa pemain dari Eropa. Mereka bahkan tak ragu untuk menggelontorkan banyak uang demi mendapatkan pemain incarannya.

Sebut saja Bjergsen, Jensen, Svenskeren, Bang, Olleh, CoreJJ, Crown, Huni, dan Impact. Pemain-pemain yang kerap menjadi incaran adalah pemain bintang atau pemain yang sedang naik daun.
Kehadiran pemain-pemain impor ini mampu memberikan upgrade yang signifikan terhadap tim yang dituju. Beberapa pemain impor yang sukses berkompetisi di NA seperti Impact, CoreJJ, Svenskeren, Jensen, dan Bjergsen.
Namun tak jarang juga ada pemain impor yang memberikan hasil buruk dan mengalami kegagalan. Pemain-pemain ini umumnya hanya bertahan selama satu musim saja dan kembali ke region asalnya. Pemain-pemain ini biasanya akan berakhir menjelek-jelekkan NA.

Secara teori, kehadiran peman-pemain ini bakal memberikan peningkatan level kompetisi di NA. Pemain-pemain ini juga diharapkan memberikan hasil yang positif, khususnya saat berlaga di turnamen Internasional dimana NA selalu menderita kegagalan.
Sayangnya, keberadaan pemain-pemain tersebut maish belum cukup untuk memberikan hasil yang diinginkan.
Memang ada beberapa tim yang berhasil tampil impresif di turnamen Internasional seperti CLG saat MSI 2016, Cloud9 saat Worlds 2018, dan Team Liquid saat MSI 2019. Namun jumlah tim yang gagal jauh lebih banyak.
Tak hanya itu, keberadaan pemain-pemain ini juga turut mengancam kompetisi antar pemain di NA sendiri. Tim-tim jauh lebih memprioritaskan pemain impor dibandingkan pemain-pemain lokal.
Pihak tim selalu beralasan bahwa relegasi mengharuskan mereka untuk menang sehingga tim kesulitan mengembangkan pemain muda. Karena alasan ini, franchise LCS pun diterapkan pada tahun 2018.
Salah satu tujuan franchise adalah memberikan rasa aman bagi tim-tim yang ingin mengembangkan pemain muda dan memberikan mereka kesempatan untuk bertanding di LCS.

Sayangnya, yang terjadi di lapangan justru tidak sesuai dengan tujuan tersebut. Tim-tim semakin gencar mengimpor pemain dan pemain-pemain lokal menjadi tidak memiliki tempat lagi di panggung LCS.
Jika kalian melihat roster tim pada Summer 2019 lalu, setidaknya ada satu pemain impor yang aktif bermain di tim. Tiga tim teratas juga melakukan hal serupa. Tidak ada tim yang tidak menggunakan jasa pemain impor.
Meskipun mendatangkan banyak pemain impor, hasil Internasional NA tidak banyak berubah. Melihat kegagalan ini, tim-tim NA justru semakin “menggila” pada Off Season tahun ini.
Beberapa pemain bintang dari region lain seperti Broxah, Kobbe, dan IgNar kini menjadi bagian dari LCS. Selain itu, ada juga beberapa pemain-pemain kecil yang ikut diangkut seperti Eika, Ryoma, dan Closer.
Situasi ini justru menyebabkan banyak pemain-pemain lokal, baik yang biasa saja maupun pemain bintang, tergeser dan terancam tidak berkompetisi musim depan. Sebut saja Pobelter, Damonte, Akaadian, Lourlo, Matt, Moon, MikeYeung, Apollo, dan Solo.
Pemain-pemain lokal tersebut tersingkir karena tim-tim NA lebih menyukai mendatangkan pemain impor atau memprioritaskan pemain impor yang berstatus FA setelah bermain di NA musim ini.
Pemain muda bertalenta dari Akademi yang menanti kesempatan berlaga di LCS seperti Ablazeolive, Auto, Joey, Soligo, Revenge, Lost, Tactical, dan Treatz juga sepertinya harus bertahan sekali lagi di Akademi.

LCS musim depan bahkan terancam hanya memiliki satu Rookie saja yakni Johnsun yang akan bermain untuk Dignitas musim depan.
Lalu jika kalian perhatikan baik-baik, Team Liquid semakin dekat dengan roster yang berisikan full pemain impor. Roster tersebut hanya memiliki satu pemain asli NA yakni Doublelift.
Sisanya adalah pemain asing yang masih berstatus impor seperti Broxah dan CoreJJ atau sudah mendapatkan status “Resident” seperti Impact dan Jensen. Mereka juga dilatih oleh dua pelatih asal Korea Selatan yakni Cain dan Dodo.
Hal berbeda justru terjadi di rival NA yakni EU. Tim-tim papan atas seperti G2 Esports, Fnatic, dan Splyce sama sekali tidak menggunakan jasa impor. Tim-tim papan tengah dan papan bawah justru lebih banyak menggunakan pemain impor.

Tim-tim papan atas EU mampu membuktikan bahwa tanpa kehadiran pemain ataupun pelatih impor sekalipun, mereka mampu mendapatkan hasil yang sangat baik di kancah domestik maupun Internasional.
Tim-tim EU lebih memprioritaskan pemain lokal dan mengincar pemain muda yang dianggap bertalenta. Selain itu, tim-tim seperti Misfits, Vitality, dan MAD Lions berencana untuk mengusung roster yang mayoritas berisikan Rookie.
Keadaan ini membuat EU tidak pernah kehilangan talenta meskipun selalu dirampas oleh NA. Jika ada pemain yang keluar, maka ada pemain baru yang akan menggantikan. Tak heran kalau EU kerap dijuluki sebagai “pengembangan pemain NA divisi luar negeri”.

“Obsesi” berlebihan yang ditunjukkan tim-tim NA terhadap impor pemain sangat tidak sehat dan bisa menyabotase kesempatan pemain-pemain lokal hingga berpotensi mengakhiri karir mereka.
Keadaan ini semakin diperparah dengan minimnya kompetisi amatir dan menengah. Satu-satunya kompetisi yang ada hanyalah Academy League saja. Bandingkan dengan EU yang memiliki beberapa kompetisi regional.
Minimnya kompetisi amatir dan menengah semakin mempersulit NA untuk mencari talenta-talenta baru. Keberadaan Academy League saja masih belum cukup karena liga ini juga kerap dihuni pemain veteran yang tidak mendapatkan posisi starter LCS.
Cloud9 sendiri adalah satu-satunya tim yang berhasil mengembangkan pemain muda. Sejauh ini, mereka adalah satu-satunya tim yang benar-benar memanfaatkan keamanan yang diberikan franchise dengan bereksperiman dengan pemain Akademinya.
Hasilnya bisa terlihat saat ini. Pemain-pemain didikan Akademi Cloud9 kini menjadi pemain-pemain lokal papan atas LCS.

Musim depan, pemain-pemain hasil didikan Cloud9 seperti Licorice, Kumo, Blaber, Goldenglue, dan Zeyzal akan bermain di LCS sebagai starter musim depan.
Mayoritas penggemar LCS saat ini juga sedang merasa kecewa karena hal ini. Mereka kecewa karena liga kesayangannya kini hanya menjadi sarang pemain impor yang membutuhkan uang pensiunan, pemain yang ingin bersantai, atau pemain yang ingin tetap relevan di kancah kompetitif.
Mereka juga merasa bahwa poin penting mengenai franchise seolah-olah dilupakan begitu saja. “Membutuhkan rasa aman supaya bisa mengembangkan talenta muda” hanya terdengar seperti alasan untuk meyakinkan Riot Games mengenai ide franchise.

Keadaan ini nantinya tidak hanya akan menurunkan minat pemain asli NA untuk terjun berkompetisi, namun berpotensi mengubah LCS yang awalnya “liga pemain-pemain NA” menjadi “liga pemain-pemain impor”.
Jika hal ini dibiarkan terus menerus, bisa saja di masa depan tim-tim LCS hanya berisikan pemain-pemain dari region luar dengan segelintir pemain lokal yang sanggup bertahan dari gempuran pemain-pemain impor.