Sudah bukan rahasia lagi bahwa kancah kompetitif sebuah game sangat berpengaruh pada meta patch tertentu.
Hal ini jelas terlihat dalam game MOBA seperti League of Legends, Wild Rift, dan lain-lain.
Meski demikian, kebanyakan pemain melupakan beberapa hal penting saat mereka menirukan strategi atau build pemain idolanya yang mungkin baru saja menunjukkan performa apik dalam pertandingan mereka.

Salah satu hal penting yang dilupakan pemain saat mengikuti pemain profeisonal adalah kondisi di mana mereka memainkan pertandingan.
Pemain profesional bermain di lingkungan di mana komunikasi dan koordinasi adalah hal yang mudah dilakukan, membuka jalan untuk perubahan strategi di tengah pertandingan kalau diperlukan.
Hal ini tentu tidak selalu kalian alami di Solo Queue. Pemain yang bermain sendirian atau solo dituntut untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri, tidak ada anggota tim yang bisa diandalkan untuk membantu kalian dalam pertandingan, baik itu dari segi gank atau kombo.
Salah satu contoh perbedaan antara pemain yang bisa berkomunikasi dengan mudah dan pemain yang bermain sendiri bisa dilihat saat fenomena Ashe – Miss Fortune Bot Lane yang sempat heboh pada tahun 2016 silam.

Selama beberapa saat, banyak pemain yang mencoba strategi tersebut, namun berbuah pada tim yang mengalami kekalahan.
Hal itu terus terjadi hingga beberapa situs memberikan guide lebih mendalam mengenai duo lane tersebut.
Hal lain adalah MMR di mana kalian menjajal strategi pemain profesional. Seperti yang kita tahu, para pemain profesional bermain di tingkat tertinggi dari sebuah game.
Kemampuan individual mereka sudah tidak diragukan lagi, berbeda dari pemain biasa, apalagi yang hardstuck di peringkat tertentu.
Contoh terbaik dari poin ini bisa kalian lihat dari beberapa pertandingan yang dimainkan AD Carry G2 Esports, Martin “Rekkles” Larssen.
Ia sempat bermain di atas panggung bersama Mikyx sebagai dua orang Support di Bot Lane. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan oleh sembarang pemain. Ada alasan tertentu kenapa G2 Esports memilih pick yang tidak lazim seperti itu.
Poin ketiga dan yang terakhir adalah para pemain profesional (seringkali) tahu apa yang harus mereka lakukan dengan champion yang mereka mainkan.
Mungkin kalian melihat beberapa pemain profesional memainkan champion yang patut dipertanyakan, tetapi pick tersebut disertai dengan kemampuan untuk memanfaatkannya dengan baik entah itu dari segi item, gameplay, strategi, dan lain-lain.
Kenapa penulis menuliskan “seringkali” di situ?
Pemain profesional juga masih manusia yang bisa melakukan kesalahan, seperti membeli Black Cleaver meski timmu tidak memiliki champion berbasis physical damage, tidak membeli Hexdrinker meski melawan AP sebagai champion AD, dan masih banyak lagi.
Lalu apa ini berarti kalian tidak boleh menirukan strategi pemain profesional sama sekali?
Boleh, tetapi pastikan kalian benar-benar mengetahui bagaimana cara menggunakan strategi atau build tersebut, alasan dibalik strategi itu, dan yang paling penting adalah untuk tidak coba-coba di ranked.
Ingin dapatkan berita terbaru seputar League of Legends dan game-game keren buatan Riot Games lainnya? Yuk follow HASAGI di Facebook dan Instagram!
Discussion about this post